II
Sesudah demikian, sang Anusapati mengganti menjadi raja, ia menjadi raja pada
tahun Saka 1170.
Lama kelamaan diberitakan kepada Raden Tohjaya, anak Ken Arok dari isteri muda,
sehingga ia mendengar segala tindakan Anusapati, yang mengupahkan pembunuhan Sang
Amurwabumi kepada orang Batil.
Sang Apanji Tohjaya tidak senang tentang kematian ayahnya itu, meikir mikir mencari
cara untuk membalas, agar supaya ia dapat membunuh Anusapati.
Anusapati tahu, bahwasanya ia sedang direncana oleh Panji Tohjaya, berhati hatilah Sang
Anusapati, tempat tidurnya dikelilingi kolam, dan pintunya selalu dijaga orang, sentosa
dan teratur.
Setelah lama kemudian Sang Apanji Tohjaya datang menghadap dengan membawa ayam
jantan pada Batara Anuspati.
Kata Apanji Tohjaya: "Kakak, ada keris ayah buatan Gandring, itu hamba pinta dari
tuan."
Sungguh sudah tiba saat Batara Anuspati. Diberikan keris buatan Gandring oleh Sang
Anusapati, diterima oleh Apanji Tohjaya, disisipkan dipinggangnya, lalu kerisnya yang
dipakai semula, diberikan kepada hambanya.
Kata Apanji Tohjaya: "Baiklah, kakak mari kita menyiapkan ayam jantan untuk segera
kita ajukan di gelanggang."
Menjawablah Sang Adipati: "Baiklah, adik." Selanjutnya ia menyuruh kepada hamba
pemelihara ayam mengambil ayam jantan, kata Anusapati: "Nah, adik mari mari kita
sabung segera.", "Baiklah" kata Apanji Tohjaya.
Mereka bersama sama memasang taji sendiri – sendiri, telah sebanding, Sang Anusapati
asyik sekali.
Sungguh telah datang saat berakhirnya, lupa diri, karena selalu asyik menyabung
ayamnya, ditusuk keris oleh Apanji Tohjaya.
Sang Anusapati wafat pada tahun Saka 1171, dicandikan di Kidal.
III
Apanji Tohjaya menjadi raja di Tumapel.
Sang Anusapati mempunyai seorang anak laki laki bernama Ranggawuni, hubungan
keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah kemenakan.
Mahisa Wonga Teleng, saudara Apanji Tohjaya, sama ayah lain ibu, mempunyai anak
laku laki, yalah: Mahisa Campaka, hubungan keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah
kemenakan juga.
Pada waktu Apanji Tohjaya duduk diatas tahta, disaksikan oleh orang banyak, dihadap
oleh menteri menteri, semua terutama Pranaraja, Ranggawuni beserta Kebo Campak juga
menghadap.
Kata Apanji Tohjaya: "Wahai, menteri menteri semua, terutama Pranaraja, lihatlah
kemenakanku ini, luar biasa bagus dan tampan badannya. Bagaimana rupa musuhku
diluar Tumapel ini, kalau dibandingkan dengan orang dua itu, bagaimanakah mereka,
wahai Pranaraja."
Pranaraja menjawab sambil menyembah: "Betul tuanku, seperti titah tuanku itu, bagus
rupanya dan sama sama berani mereka berdua, hanya saja tuanku, mereka dapat
diumpamakan sebagai bisul di pusat perut tak urung akan menyebabkan mati akhirnya."
Paduka batara itu lalu diam, sembah Pranaraja makin terasa, Apanji Tohjaya menjadi
marah, lalu ia memanggil Lembu Ampal, diberi perintah untuk melenyapkan kedua
bangsawan itu.
Kata Apanji Tohjaya kepada Lembu Ampal: "Jika kamu tidak berhasil melenyapkan dua
orang kesatriya itu, kamulah yang akan kulenyapkan."
Pada waktu Apanji Tohjaya, memberi perintah kepada Lembu Ampal melenyapkan dua
bangsawan itu, ada seorang brahmana yang sedang melakukan upacara agama sebagai
pendeta istana untuk Apanji Tohjaya. Dang Hyang itu mendengar, bahwa kedua
bangsawan itu disuruh melenyapkan. Sang Brahmana menaruh belas kasihan kepada dua
bangsawan, lalu memberi tahu: "Lembu Ampal diberi perintah untuk melenyapkan tuan
berdua, kalau tuan kalian dapat lepas dari Lembu Ampal ini, maka Lembu Ampallah
yang akan dilenyapkan oleh Seri Maharaja."
Kedua bangsawan itu berkata: "Wahai Dang Hyang, bukanlah kami tidak berdosa."
Sang Brahmana menjawab: "Lebih baik tuan bersembunyi dahulu."
Karena masih dibimbangkan, kalau kalau brahmana itu bohong, maka kedua bangsawan
itu pergi ke Apanji Patipati.
Kata bangsawan itu: "Panji Patipati, kami bersembunyi di dalam rumahmu, kami
mengira, bahwa kami akan dilenyapkan oleh Batara, kalau memang akan terjadi kami
dilenyapkan itu, kami tidak ada dosa."
Setelah itu maka Apanji Patipati mencoba mendengar dengarkan: "Tuan, memang betul,
tuan akan dilenyapkan, Lembu Ampal lah yang mendapat tugas."
Keduanya makin baik cara bersembunyi, dicari, kedua duanya tak dapat diketemukan.
Didengar dengarkan, kemana gerangan mereka pergi, tak juga dapat terdengar.
Maka Lembu Ampal didakwa bersekutu dengan kedua bangsawan itu oleh Batara.
Sekarang Lembu Ampal ditindak untuk dilenyapkan, larilah ia, bersembunyi di dalam
rumah tetangga Apanji Patipati.
Lembu Ampal mendengar, bahwa kedua bangsawan berada di tempat tinggal Apanji Pati
Pati.
Lembu Ampal pergi menghadap kedua bangsawan, kata Lembu Ampal kepada kedua
bangsawan itu: "Hamba berlindung kepada tuan hamba, dosa hamba: disuruh
melenyapkan tuan oleh Batara. Sekarang hamba minta disumpah, kalau tuan tidak
percaya, agar supaya hamba dapat menghamba paduka tuan dengan tenteram."
Setelah disumpah dua hari kemudian Lembu Ampal menghadap kepada kedua
bangsawan itu: "Bagaimanakah akhirnya tuan, tak ada habis habisnya terus menerus
bersembunyi ini, sebaiknya hamba akan menusuk orang Rajasa, nanti kalau mereka
sedang pergi kesungai."
Pada waktu sore Lembu Ampal menusuk orang Rajasa, ketika orang berteriak, ia lari
kepada orang Sinelir.
Kata orang Rajasa: "Orang Sinelir menusuk orang Rajasa. Kata orang Sinelir: "Orang
Rajasa menusuk orang Sinelir."
Akhirnya orang orang Rajasa dan orang orang Sinelir itu berkelahi, bunuh membunuh
sangat ramainya, dipisah orang dari istana, tidak mau memperhatikan. Apanji Tohjaya
marah, dari kedua golongan ada yang dihukum mati.
Lembu Ampal mendengar, bahwa dari kedua belah pihak ada yang dilenyapkan, maka
Lembu Ampal pergi ke Orang Rajasa.
Kata Lembu Ampal: "Kalau kamu ada yang akan dilenyapkan hendaknyalah kamu
mengungsi kepada kedua bangsawan, karena kedua bangsawan itu masih ada."
Orang orang Rajasa menyatakan kesanggupannya: "Nah, bawalah kami hamba hamba ini
menghadapnya, wahai Lembu Ampal."
Maka ketua orang Rajasa dibawa menghadap kepada kedua bangsawan.
Kata orang Rajasa itu: "Tuanku, hendaknyalah tuan lindungi hamba hamba Rajasa ini,
apa saja yang menjadi tuan titah, hendaknyalah hamba tuan sumpah, kalau kalau tidak
sungguh sungguh kami menghamba ini, kalau tidak jujur penghambaan kami ini."
Demikian pula orang Sinelir, dipanggilah ketuanya, sama kesanggupannya dengan orang
Rajasa, selanjutnya kedua belah pihak telah didamaikan dan telah disumpah semua, lalu
dipesan: "Nanti sore hendaknya kamu datang kemari, dan bawalah temanmu masing
masing, hendaknyalah kamu memberontak meluka lukai di dalam istana."
Orang Sinelir dan orang Rajasa bersama sama memohon diri.
Setelah sore hari orang orang dari kedua belah pihak datang membawa teman temannya,
bersama sama menghadap kepada kedua bangsawan, mereka keduanya saling mengucap
selamat datang, lalu berangkat menyerbu kedalam istana.
Apanji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, sekali gus kena tombak. Sesudah huru
hara berhenti, ia dicari oleh hamba hambanya, diusung dan dibawa lari ke
Katanglumbang. Orang yang mengusung lepas cawatnya, tampak belakangnya.
Kata Apanji Tohjaya kepada orang yang memikul itu: "Perbaikilah cawatmu, karena
tampak belakangmu."
Adapun sebabnya ia tidak lama menjadi raja itu, karena pantat itu.
Setelah datang di Lumbangkatang, wafatlah ia, lalu dicandikan di Katanglumbang, ia
wafat pada tahun Saka 1172.
IV
Kemudian Ranggawuni menjadi raja, ia dengan Mahisa Campaka dapat
diumpamakan seperti dua ular naga didalam satu liang.
Ranggawuni bernama nobatan Wisnuwardana, demikanlah namanya sebagai raja, Mahisa
Campaka menjadi Ratu Angabhaya, bernama nobatan Batara Narasinga. Sangat rukunlah
mereka, tak pernah berpisah.
Batara Wisnuwardana mendirikan benteng di Canggu sebelah utara pada tahun Saka
1193.
Ia berangkat menyerang Mahibit, untuk melenyapkan Sang Lingganing Pati. Adapun
sebabnya Mahibit kalah, karena kemasukkan orang yang bernama Mahisa Bungalan.
Sri Ranggawuni menjadi raja lamanya 14 tahun, ia wafat pada tahun 1194, dicandikan di
Jajagu.
Mahisa Campaka wafat, dicandikan di Kumeper, sebagian abunya dicandikan di Wudi
Kuncir.
V
Sri Ranggawuni meninggalkan seorang anak laki laki, bernama Sri Kertanegara,
Mahisa Campaka meninggalkan seorang anak laki laki juga, bernama Raden Wijaya.
Kertanegara menjadi Raja, bernama nobatan Batara Siwabuda.
Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama Banyak Wide,
diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa rupanya tidak dipercaya, dijatuhkan, disuruh menjadi
Adipati di Sungeneb, bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Ada Patihnya, pada waktu ia baru saja naik keatas tahta kerajaan, bernama Mpu
Raganata, ini selalu memberi nasehat untuk keselamatan raja, ia tidak dihiraukan oleh Sri
Kertanegara, karenanya itu Mpu Raganata lalu meletakkan jabatan tak lagi menjadi Patih,
diganti oleh Kebo Tengah Sang Apanji Aragani.
Mpu Raganata lalu menjadi Adiyaksa di Tumapel.
Sri Kertanegara pada waktu memerintah, melenyapkan seorang kelana bernama Baya.
Sesudah kelana itu mati, ia memberi perintah kepada hamba rakyatnya, untuk pergi
menyerang Melayu.
Apanji Aragani menghantarkan, sampai di Tuban ia kembali, sedatangnya di Tumapel
Sang Apanji Aragani mempersembahkan makanan tiap tiap hari, raja Kertanegara
bersenang senang.
Ada perselisihannya dengan raja Jaya Katong, raja di Daha, ini menjadi musuh raja
Kertanegara, karena lengah terhadap usaha musuh yang sedang mencari kesempatan dan
ketepatan waktu, ia tidak memikir kesalahannya.
Banyak Wide berumur 40 tahun pada peristiwa penyerangan Melayu itu, ia berteman
dengan raja Jaya Katong, Banyak Wide yang bergelar Arya Wiraraja itu dari Madura,
mengadakan hubungan dan berkirim utusan.
Demikian juga raja Jaya Katong berkirim utusan ke Madura. Wiraraja berkirim surat
kepada raja Jaya Katong, bunyi surat: "Tuanku, patik baginda bersembah kepada paduka
raja, jika paduka raja bermaksud akan berburu di tanah lapang lama, hendaknyalah
paduka raja sekarang pergi berburu, ketepatan dan kesempatan adalah baik sekali, tak ada
bahaya, tak ada harimau, tak ada banteng, dan ularnya, durinya, ada harimau, tetapi tak
bergigi."
Patih tua Raganata itu yang dinamakan harimau tak bergigi, karena sudah tua.
Sekarang raja Jaya Katong berangkat menyerang Tumapel. Tentaranya yang datang dari
sebelah utara Tumapel terdiri dari orang orang yang tidak baik, bendera dan bunyi
bunyian penuh, rusaklah daerah sebelah utara Tumapel, mereka yang melawan banyak
yang menderita luka. Tentara Daha yang melalui jalan utara itu berhenti di Memeling.
Batara Siwa Buda senantiasa minum minuman keras, diberi tahu bahwa diserang dari
Daha, ia tidak percaya, selalu mengucapkan kata: "Bagaimana dapat raja Jaya Katong
demikian terhadap kami, bukanlah ia telah baik dengan kami."
Setelah orang membawa yang menderita luka, barulah ia percaya.
Sekarang Raden Wijaya ditunjuk untuk berperang melawan tentara yang datang dari
sebelah utara Tumapel, disertai oleh para arya terkemuka: Banyak Kapuk, Rangga Lawe,
Pedang Sora, Dangdi Gajah Pangon, anak Wiraraja yang bernama Nambi, Peteng dan
Wirot, semua prajurit baik, melawan tentara Daha di bagian utara itu, dikejar diburu oleh
Raden Wijaya.
Kemudian turunlah tentara besar besar dari Daha yang datang dari tepi sungai Aksa,
menuju ke Lawor, mereka ini tak diperbolehkan membikin gaduh, tidak membawa
bendera, apalagi bunyi bunyian, sedatangnya di Sidabawana langsung menuju Singasari.
Yang menjadi prajurit utama dari tentara Daha sebelah selatan ini, yalah: Patih Daha
Kebo Mundarang, Pudot dan Bowong.
Ketika Batara Siwa Buda sedang minum minuman keras bersama sama dengan patih,
maka pada waktu itu ia dikalahkan, semua gugur, Kebo Tengah yang melakukan
pembalasan, meninggal di Manguntur.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam...!!!