KITAB PARA DATU
ATAU
KISAH KEN AROK
I
Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir Alam,
Semoga tak ada halangan,Sudjudku sesempurna sempurnanya.
Demikian inilah kisah Ken Arok. Asal mulanja, ia didjadikan manusia: Adalah
seorang anak janda di Jiput, bertingkah laku tak baik, memutus - mutus tali kekang
kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib; pergilah ia dari Jiput,
mengungsi ke daerah Bulalak.
Nama yang dipertuan di Bulalak itu: Mpu Tapawangkeng, ia sedang membuat pintu
gerbang asramanya, dimintai seekor kambing merah jantan oleh roh pintu.
Kata Tapawangkèng: "Tak akan berhasil berpusing kepala, akhirnya ini akan
menjebabkan diriku jatuh kedalam dosa, kalau sampai terjadi aku membunuh manusia,
tak akan ada yang dapat menyelesaikan permintaan korban kambing merah itu."
Kemudian orang yang memutus mutus tali kekang kesusilaan tadi berkata, sanggup
mejadi korban pintu Mpu Tapawangkeng, sungguh ia bersedia dijadikan korban, agar ini
dapat menjadi lantaran untuk dapat kembali ke surga dewa Wisnu dan menjelma lagi
didalam kelahiran mulia, ke alam tengah lagi, demikianlah permintaannya.
Demikianlah ketika ia direstui oleh Mpu Tapawangkeng, agar dapat menjelma, disetujui
inti sari kematiannya, akan menikmati tujuh daerah.
Sesudah mati, maka ia dijadikan korban oleh Mpu Tapawangkeng.
Selesai itu, ia terbang ke surga Wisnu, dan tidak bolak inti perjanjian yang dijadikan
korban, ia meminta untuk dijelmakan di sebelah timur Kawi.
Dewa Brahma melihat lihat siapa akan dijadikan temanya bersepasang. Sesudah
demikian itu, adalah mempelai baru, sedang cinta mencintai, yang laki laki bernama
Gajahpara, yang perempuan bernama Ken Endok, mereka ini bercocok tanam.
Ken Endok pergi ke sawah, mengirim suaminya, yalah: si Gadjahpara; nama sawah
tempat ia: mengirim : Ayuga; desa Ken Endok bernama Pangkur.
Dewa Brahma turun kesitu, bertemu dengan Ken Endok, pertemuan mereka kedua ini
terdjadi di ladang Lalaten; dewa Brahma mengenakan perjanjian kepada isteri itu:
"Jangan kamu bertemu dengan lakimu lagi, kalau kamu bertemu dengan suamimu, ia
akan mati, lagi pula akan tercampur anakku itu, nama anakku itu: Ken Arok, dialah
yang kelak akan memerintah tanah Jawa".
Dewa Brahma lalu menghilang. Ken Endok lalu ke sawah, berjumpa dengan Gajahpara.
Kata Ken Endok: "Kakak Gajahpara, hendaknyalah maklumi, saya ditemani didalam
pertemuan oleh Hyang yang tidak tampak di ladang Lalateng, pesan beliau kepadaku:
jangan tidur dengan lakimu lagi, akan matilah lakimu, kalau ia memaksa tidur dengan
kamu, dan akan tercampurlah anakku itu.
Lalu pulanglah Gajahpara, sesampainya di rumah Ken Endok diajak tidur, akan ditemani
didalam pertemuan lagi. Ken Endok segan terhadap Gajahpara. "Wahai, kakak Gajahpara
putuslah perkawinanku dengan kakak, saya takut kepada perkataan Sang Hyang.
Ia tidak mengijinkan aku berkumpul dengan kakak lagi."
Kata Gadjahpara: "Adik, bagaimana ini, apa yang harus kuperbuat, nah tak berkeberatan
saya, kalau saya harus bercerai dengan kamu; adapun harta benda pembawaanmu
kembali kepadamu lagi, adik, harta benda milikku kembali pula kepadaku lagi".
Sesudah itu Ken Endok pulang ke Pangkur di seberang utara, dan Gajahpara tetap
bertempat tinggal di Campara di seberang selatan.
Belum genap sepekan kemudian matilah Gajahpara.
Kata orang yang mempercakapkan: "Luar biasa panas anak didalam kandungan itu,
belum seberapa lama perceraian orang tua laki laki perempuan sudah diikuti, orang tua
laki laki segera meninggal dunia".
Akhirnja sesudah genap bulannya, lahirlah seorang anak laki-laki, dibuang di kuburan
kanak kanak oleh Ken Endok. Selanjutnya ada seorang pencuri, bernama Lembong,
tersesat di kuburan anak anak itu, melihat benda bernyala, didatangi oleh Lembong,
mendengar anak menangis, setelah didekati oleh Lembong itu, nyatalah yang menyala itu
anak yang menangis tadi, diambil diambin dan dibawa pulang diaku anak oleh Lembong.
Ken Endok mendengar, bahwa Lembong memungut seorang anak, teman Lembonglah
yang memberitakan itu dengan menyebut nyebut anak, yang didapatinya di kuburan
kanak kanak, tampak bernyala pada waktu malam hari.
Lalu Ken Endok datang kepadanya, sungguhlah itu anaknya sendiri.
Kata Ken Endok: "Kakak Lembong, kiranya tuan tidak tahu tentang anak yang tuan dapat
itu, itu adalah anak saya, kakak, jika kakak ingin tahu riwayatnya, demikianlah: Dewa
Brahma bertemu dengan saya, jangan tuan tidak memuliakan anak itu, karena dapat
diumpamakan, anak itu beribu dua berayah satu, demikian persamaannya."
Lembong beserta keluarganya semakin cinta dan senang, lambat laun anak itu akhirnya
menjadi besar, dibawa pergi mencuri oleh Lembong.
Setelah mencapai usia sebaya dengan anak gembala, Ken Arok bertempat tinggal di
Pangkur.
Habislah harta benda Ken Endok dan harta benda Lembong, habis dibuat taruhan oleh
Ken Arok.
Kemudian ia menjadi anak gembala pada yang dipertuan di Lebak, menggembalakan
sepasang kerbau, lama kelamaan kerbau yang digembalakan itu hilang, kerbau sepasang
diberi harga delapan ribu oleh yang dipertuan di Lebak, Ken Arok sekarang dimarahi
oleh orang tua laki laki dan perempuan, kedua duanya: "Nah buyung, kami berdua mau
menjadi hamba tanggungan, asal kamu tidak pergi saja, kami sajalah yang akan
menjalani, menjadi budak tanggungan pada yang dipertuan di Lebak".
Akhirnya tidak dihiraukan, Ken Arok pergi, kedua orang tuanya ditinggalkan di
Campara dan di Pangkur.
Lalu Ken Arok pergi mencari perlindungan di Kapundungan;
Orang yang diungsi dan dimintai tempat berlindung tak menaruh belas kasihan.
Ada seorang penjudi permainan Saji berasal dari Karuman, bernama Bango Samparan,
kalah bertaruhan dengan seorang bandar judi di Karuman, ditagih tak dapat membayar uang, Bango Samparan itu pergi dari Karuman, berjiarah ke tempat keramat Rabut Jalu,
mendengar kata dari angkasa, disuruh pulang ke Karuman lagi. "Kami mempunyai anak
yang akan dapat menyelesaikan hutangmu ia bernama Ken Arok."
Pergilah Bango Samparan dari Rabut Jalu, berjalan pada waktu malam, akhirnya
menjumpai seorang anak, dicocokkan oleh Bango Samparan dengan petunjuk Hyang,
sungguhlah itu Ken Arok, dibawa puIang ke Karuman, diaku anak oleh Bango
Samparan.
Dia itu lalu ketempat berjudi, bandar judi ditemui oleh Bango Samparan dilawan berjudi,
kalahlah bandar itu, kembali kekalahan Bango Samparan, memang betul petunjuk Hyang
itu, Bango Samparan pulang, Ken Arok dibawa pulang oleh Bango Samparan.
Bango Samparan berbayuh dua orang bersaudara, Genuk Buntu nama istri tuanja. dan
Tirtaya nama isteri mudanja.
Adapun nama anak anaknya dari isteri muda, yalah Panji Bawuk, anak tengah Panji
Kuncang, adiknya ini Panji Kunal dan Panji Kenengkung, bungsu seorang anak
perempuan bernama Cucu Puranti.
Ken Arok diambil anak oleh Genuk Buntu. Lama ia berada di Karuman, tidak dapat
sehati dengan semua para Panji itu, Ken Arok berkehendak pergi dari Karuman.
Lalu ia ke Kapundungan bertermu dengan seorang anak gembala anak tuwan Sahaja,
kepala desa tertua di Sagenggeng, bernama Tuwan Tita; ia bersahabat karib dengan Ken
Arok.
Tuwan Tita dan Ken Arok sangat cinta mencinta, selanjutnya Ken Arok bertermpat
tinggal pada Tuwan Sahaja, tak pernah berpisahlah Ken Arok dan Tuwan Sahaja itu,
mereka ingin tahu tentang bentuk huruf huruf, pergilah ke seorang guru di Sagenggeng,
sangat ingin menjadi murid, minta diajar sastera.
Mereka diberi pelajaran tentang bentuk bentuk bentuk dan penggunaan pengetahuan
tentang huruf huruf hidup dan huruf huruf mati, semua perobahan huruf, juga diajar
tentang sengkalan, perincian hari tengah bulan, bulan, tahun Saka, hari enam, hari lima,
hari tujuh, hari tiga, hari dua, hari sembilan, nama nama minggu.
Ken Arok dan Tuwan Tita kedua duanya pandai diajar pengetahuan oleh Guru.
Ada tanaman guru, menjadi hiasan halaman, berupa pohon jambu, yang ditanamnya
sendiri.
Buahnya sangat lebat, sungguh padat karena sedang musimnya, dijaga baik tak ada yang
diijinkan memetik, tak ada yang berani mengambil buah jambu itu.
Kata guru: "Jika sudah masak jambu itu, petiklah". Ken Arok sangat ingin, melihat
buah jambu itu, sangat dikenang kenangkan buah jambu tadi.
Setelah malam tiba waktu orang tidur sedang nyenyak nyenyaknya, Ken Arok tidur,
kini keluarlah kelelawar dari ubun ubun Ken Arok, berbondong bondong tak ada
putusnya, semalam malaman makan buah jambu sang guru.
Pada waktu paginya buah jambu tampak berserak serak di halaman, diambil oleh
pengiring guru.
Ketika guru melihat buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka rnendjadi susah.
Kata guru kepada murid murid: "Apakah sebabnya maka jambu itu rusak." Menjawablah
pengiring guru: "Tuanku rusaklah itu, karena bekas kelelawar makan jambu itu".
Kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung jambunya dan dijaga semalam
malaman.
Ken Arok tidur lagi diatas balai balai sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering,
di tempat ini guru biasanya menganyam atap.
Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh sesak berbondong bondong, keluar
dari ubun ubun Ken Arok, semuanya makan buah jambu guru, bingunglah hati guru
itu, merasa tak berdaya mengusir kelelawar yang banyak dan memakan jambunya,
marahlah guru itu, Ken Arok diusir oleh guru, kira kira pada waktu tengah malam guru
rnengusirnya.
Ken Arok terperanjat, bangun terhuyung huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat
ilalang di luar.
Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala di tengah ilalang, guru
terperanjat mengira kebakaran, setelah diperiksa yang tampak menyala itu adalah Ken
Arok, ia disuruh bangun, dan pulang, diajak tidur di dalam rumah lagi, menurutlah Ken
Arok pergi tidur di ruang tengah lagi.
Pagi paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru, Ken Arok senang. katanya :
"Aku mengharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada guru."
Lama kelamaan Ken Arok telah menjadi dewasa, menggembala dengan Tuwan Tita,
membuat pondok, bertempat di sebelah timur Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan
tempatnya untuk menghadang orang yang lalu lintas di jalan, dengan Tuwan Titalah
temannya.
Adalah seorang penyadap enau di hutan orang Kapundungan, mempunyai seorang anak
perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken Arok, ditemani
didalam pertemuan didalam hutan, hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin
berbuat rusuhlah Ken Arok, kemudian ia memperkosa orang yang melalui jalan, hal ini
diberitakan sampai di negara Daha, bahwasanya Ken Arok berbuat rusuh itu, maka ia
ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama
Tunggul Ametung.
Pergilah Ken Arok dari Sagenggêng, mengungsi ke tempat keramat. Rabut Gorontol.
"Semoga tergenang didalam air, orang yang akan melenyapkan saya" kutuk Ken Arok,
semoga keluar air dan tidak ada, sehingga terdjadilah tahun tak ada kesukaran di Jawa."
Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang di Sukamanggala.
Ada seorang pemikat burung pitpit, ia memperkosa orang yang sedang rnemanggil
manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu.
Ia heran, melihat tumbuh tumbuhan katu sebesar beringin, dari situ lari mengungsi ke Jun
Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal pada
penduduk desa, keturunan golongan tentara, bernana Gagak Uget.
Lamalah ia bertempat tinggal disitu, memerkosa orang yang sedang rnelalui jalan.
Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan, ketahuanlah ia, dikejar
dikepung, tak tahu kemana ia akan mengungsi, ia memanjat pohon tal, di tepi sungai,
setelah siang, diketahui, bahwasanya ia memanjat pohon tal itu, ditunggu orang
Kepundungan dibawah, sambil dipukulkan canang, Pohon tal itu ditebang oleh orang-
orang yang mengejarnya.
Sekarang hi menangis, menyebut nyebut Sang Pentjipta Kebaikan atas dirinya, akhirnya
ia mendengar sabda dari angkasa, ia disuruh memotong daun tal, untuk didjadikan
sayapnya kiri kanan, agar supaya dapat melayang ke seberang timur, mustahil ia akan
mati, lalu ia memotong daun tal mendapat dua helai, dijadikan sayapnya kiri kanan, ia
melayang keseberang timur, dan mengungsi ke Nagamasa, diikuti dikejar, mengungsilah
ia kedaerah Oran masih juga dikejar diburu, lari mengungsi ke daerah Kapundungan,
yang dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam, Ken Arok
ditutupi dengan cara diaku anak oleh yang dipertuan itu.
Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang, kebetulan
yang seoarang sedang pergi mengeringkan empangan, tinggal 1ima orang; yang sedang
pergi itu diganti menanam oleh Ken Arok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata
kepada penguasa daerah: "Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami
kejar, tadi mengungsi kemari." meanjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami
tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak disini; anak kami enam orang, yang sedang
bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu
ada orang lain disini"
Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang,
betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar.
Kata penguasa daerah kepada Ken Arok: "Pergilah kamu, buyung, jangan jangan
kembali yang mengejar kamu, kalau kalau ada yang membicarakan kata kataku tadi, akan
sia sia kamu berlindung kepadaku, pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken
Arok: "Semoga berhenti lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Arok
bersembunyi di dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu.
Selanjutnya ia mengungsi ke Ano, pergi ke hutan Terwag. ia semakin merusuh.
Adalah seorang kepala lingkungan daerah Luki akan melakukan pekerjaan membajak
tanah, berangkatlah ia membajak ladang, mempesiapkan. tanahnya untuk ditanami
kacang, membawa nasi untuk anak yang menggembalakan lembu kepala Lingkungan itu,
dimasukkin kedalam tabung bambu, diletakkan diatas onggokan; sangat asyiklah kepala
Lingkungan itu, selalu membajak ladang kacang saja, maka dirunduk diambil dan dicari
nasinya oleh Ken Arok, tiap tiap hari terdjadi demikian itu, kepala Lingkungan
bingunglah, karena tiap tiap hari kehilangan nasi untuk anak gembalanya, kata kepala
Lingkungan: "Apakah sebabnya maka nasi itu hilang".
Sekarang nasi anak gembala kepala Lingkungan di tempat membajak itu diintai, dengan
bersembunyi, anak gembalanya disuruh membajak, tak lama kemudian Ken Arok
datang dari dalam hutan, maksud Ken Arok akan mengambil nasi, ditegor oleh kepala
lingkungan: "Terangnya, kamulah, buyung, yang nengambil nasi anak gembalaku tiap
tiap hari itu,"
Ken Arok menjawab: "Betullah tuan kepala lingkungan, saya inilah yang mengambil
nasi anak gembala tuan tiap-tiap hari, karena saya lapar, tak ada yang kumakan.."
Kata kepala Lingkungan: "Nah buyung. datanglah ke asramaku, kalau kamu lapar,
mintalah nasi tiap tiap hari, memang saya tiap tiap hari mengharap ada tamu datang".
Lalu Ken Arok diajak pergi ke rumah tempat tinggal kepala lingkungan itu, dijamu
dengan nasi dan lauk pauk.
Kata kepala lingkungan kepada isterinya: "Nini batari, saya berpesan kepadamu, kalau
Ken Arok datang kemari, meskipun saya tak ada di rumah juga, lekas lekas terima
sebagai keluarga, kasihanilah ia"
diceriterakan, Ken Arok tiap tiap hari datang, seperginya dari situ menuju ke
Lulumbang, ke banjar Kocapet.
Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari Kebalon, bernama
Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada kepala desa tertua di Kebalon yang
seakan akan sudah berbadankan kepandaian membuat barang barang emas dengan
sesempurna sesempurnanya, sungguh ia telah sempurna tak bercacad, Mpu Palot pulang dari Kebalon, membawa
beban seberat lima tahil, berhenti di Lulumbang, Mpu Palot itu takut akan pulang
sendirian ke Turyantapada, karena ada orang dikhabarkan melakukan perkosaan di jalan,
bernama Ken Arok.
Mpu Palot tidak melihat orang lain, ia berjumpa dengan Ken Arok di tempat
beristirahat.
Kata Ken Arok kepada Mpu Palot: ,,Wahai, akan pergi kemanakah tuanku ini,"
Kata Mpu, menjawabnya: "Saya sedang bepergian dari Kebalon, buyung, akan pulang ke
Turyantapada, saya takut di jalan, memikir mikir ada orang yang melakukan perkosaan
dijalan, bernama Ken Arok".
Tersenyumlah Ken Arok: "Nah Tuan, anaknda ini akan menghantarkan pulang tuan,
anaknda nanti yang akan melawan kalau sampai terdjadi berjumpa dengan orang yang
bernama Ken Arok itu, laju sajalah tuan pulang ke Turyantapada, jangan khawatir."
Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan Ken Arok.
Setelah datang di Turyantapada, Ken Arok diajar ilmu kepandaian membuat barang
barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu
Palot, selanjutnya Ken Arok diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama
Turyantapada dinamakan daerah Bapa.
Demikianlah Ken Arok mengaku ayah kepada Mpu Palot, karena masih ada
kekurangan Mpu Palot itu, maka Ken Arok disuruhi pergi ke Kebalon oleh Mpu Palot,
disuruh menyempurnakan kepandaiaan membuat barang barang emas pada orang tertua
di Kebalon, agar dapat menyelesaikan bahan yang ditinggalkan oleh bapak kepala
lingkungan. Ken Arok berangkat menuju ke Kebalon, tidak dipercaya Ken Arok itu
oleh penduduk di Kebalon.
Ken Arok lalu marah : "Semoga ada lobang di tempat orang yang hidup menepi ini,"
Ken Arok menikam, orang lari mengungsi kepada kepala desa tertua di Kebalon,
dipanggil berkumpul petapa petapa yang berada di Kebalon semua, para guru Hyang,
sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa pukul perunggu, bersama sama
mengejar dan memukul Ken Arok dengan pukulan perunggu itu, maksud para petapa
itu akan memperlihatkan kehendaknya untuk membunuh Ken Arok.
Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu, wahai para petapa,
anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam tengah ini." Demikan1ah suara dari
angkasa, terdengar oleh para petapa.
Maka ditolong Ken Arok, bangun seperti sedia kala.
Ken Arok lalu mengenakan kutuk: "Semoga tak ada petapa di sebelah timur Kawi yang
tidak sempurna kepandaianya membuat benda-benda emas".
Ken Arok pergi dari Kebalon, mengungsi ke Turyantapada, ke daerah lingkungan
Bapa; sempurnalah kepandaiannya tentang emas.
Ken Arok pergi dari lingkungan Bapa menuju ke daerah desa Tugaran, Kepala tertua di
Tugaran tidak menaruh belas digangguilah orang Tugaran oleh Ken Arok, arca penjaga
pintu gerbangnya didukung diletakkan di daerah lingkungan Bapa, kemudian dijumpai
anak perempuan kepala tertua di Tugaran itu, sedang menanam kacang di sawah kering.
Gadis ini lalu ditemani didalam pertemuan oleh Ken Arok, lama kelamaan tanaman
kacang menghasilkan berkampit kampit; inilah sebabnya pula maka kacang Tugaran
benihnya mengkilat besar dan gurih.
Ia pergi dari Tugaran pulang ke daerah Bapa lagi.
Kata Ken Arok: "Kalau saja kelak menjadi orang, saya akan memberi perak kepada
yang dipertuan di daerah Bapa ini. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Arok, bahwa
ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha,
Diadakan tindakan untuk melenyapkannya, ia dicari oleh orang orang Daha, pergilah dari
daerah Bapa menuju ke gunung Pustaka.
Ia pergi dari situ, mengungsi ke Limbehan, kepala tertua di Limbehan menaruh belas
kasihanlah dimintai perlindungan oleh Ken Arok itu, akhirnya Ken Arok berjiarah
ke tempat keramat Rabut Gunung Panitikan.
Kepadanya turun petunjuk dewa, disuruh pergi ke Rabut Gunung Lejar pada hari Rebo
Wage, minggu Wariga pertama, para dewa bermusyawarah berrapat;
Demikian ini kata seorang nenek kebayan di Panitikan: "Saya akan membantu
menyembunyikan kamu, buyung, agar supaya tak ada yang akan tahu, saya akan
menyapu di Gunung Lejar pada waktu semua dewa dewa bermusyawarah." Demikian
kata nenek kebayan di Panitikan itu.
Ken Arok lari menuju ke Gunung Lejar, hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama
tiba, ia pergi ke tempat musyawarah.
Ia bersembunyi di tempat sampah ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan
Panitikan.
Lalu berbunyilah suara tujuh nada, guntur, petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin ribut,
hujan bukan masanya, tak ada selatnya sinar dan cahaya, maka demikian itu ia
mendengar suara tak ada hentinya, berdengung dengung bergemuruh. Adapun inti
musyawarah para dewa: "Yang rnemperkokoh nusa Jawa, daerah manalah mestinya."
Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan: "Siapakah yang pantas
menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan para dewa semua.
Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku, seorang
manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang memperkokoh tanah Jawa."
Kini keluarlah Ken Arok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa; semua dewa
menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru, demikian itu pujian dari dewa
dewa, yang bersorak sorai riuh rendah. Diberi petunjuklah Ken Arok agar mengaku
ayah kepada seorang brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja
dari Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada brahmana di
sebelah timur Kawi.
Pada waktu ia menuju ke Jawa, tidak berperahu. hanya menginjak rumput kekatang tiga
potong, setelah mendarat dari air, lalu menuju ke daerah Taloka, dang Hyang Lohgawe
berkeliling mencari Ken Arok.
Kata Dang Hyang Lohgawe: "Ada seorang anak, panjang tangannya melampaui lutut,
tulis tangan kanannya cakera dan yang kiri sangka, bernana Ken Arok. Ia tampak pada
waktu aku memuja, ia adalah penjelmaan Dewa Wisnu, pemberitahuannya dahulu di
Jambudwipa, demikian: "Wahai Dang Hyang Lohgawe, hentikan kamu memuja arca
Wisnu, aku telah tak ada disini, aku telah menjelma pada orang di Jawa, hendaknya kamu
mengikuti aku di tempat perjudian."
Tak lama kemudian Ken Arok didapati di tempat perjudian, diamat amati dengan baik
baik, betul ia adalah orang yang tampak pada Dang Hyang Lohgawe sewaktu ia memuja.
Maka ia ditanyai. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Tentu buyunglah yang bernama Ken
Arok, adapun sebabnya aku tahu kepadamu, karena kamu tampak padaku pada waktu
aku memuja".
Menjawablah Ken Arok: "Betul tuan, anaknda bernama Ken Arok."
Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu saya aku anak,
buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja kamu pergi."
Ken Arok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana itu.
Setelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat ingin menghamba
pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung.
Dijumpainya dia itu, sedang dihadap oleh hamba hambanya, Kata Tunggul Ametung:
"Selamatlah tuanku brahmana, dimana tempat asal tuan, saya baru kali ini melihat tuan."
Menjawablah Dang Hyang Lohgawe: Tuan Sang Akuwu, saya baru saja datang dari
seberang, saja ini sangat ingin menghamba kepada sang akuwu".
Menjawablah Tunggul Ametung: "Nah, senanglah saya, kalau tuan Dang Hyang dapat
bertempat tinggal dengan tenteram pada anaknda ini". Demikianlah kata Tunggul
Ametung.
Lamalah Ken Arok menghamba kepada Tunggul Ametung yang berpangkat akuwu di
Tumapel itu,
Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut aliran Mahayana,
bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu Purwa.
Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum menjadi pendeta
Mahayana.
Anak perempuan itu luar biasa cantik moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa
ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi
sampai Tumapel.
Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung menuju ke desa
Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul Ametung sangat senang melihat gads
cantik itu.
Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes sekonyong konyong
dilarikan oleh Tunggu1 Ametung.
Setelah Mpu Purwa pulang dari bepergian, ia tidak rnenjumpai anaknya, sudah dilarikan
oleh Akuwu di Tumapel; ia tidak tahu soal yang sebenarnya, maka Mpu Purwa
menjatuhkan serapah yang tidak baik: "Nah, semoga yang melarikan anakku tidak lanjut
mengenyam kenikmatan, semoga ia ditusuk keris dan diambil isterinya, demikian juga
orang orang di Panawidjen ini, semoga menjadi kering tempat mereka mengambil air,
semoga tak keluar air kolamnya ini, dosanya: mereka tak mau memberitahu, bahwa
anakku dilarikan orang dengan paksaan.
Demikian kata Mpu Purwa: ,,Adapun anakku yang menyebabkan gairat dan bercahaya
terang, kutukku kepadanya, hanya: semoga ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan
besar."
Demikian kutuk pendeta Mahayana di Panawidjen.
Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul Ametung,
Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja Ken Dedes menampakkan
gejala gejala mengandung, Tunggul Ametung pergi bersenang senang, bercengkerama
berserta isterinya ke taman Boboji;
Ken Dedes turun dari kereta kebetulan disebabkan karena nasib, tersingkap betisnya,
terbuka sampai rahasianya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Arok, terpesona ia
melihat, tambahan pula kecantikannya memang sempurna, tak ada yang menyamai
kecantikannya itu, jatuh cintalah Ken Arok, tak tahu apa yang akan diperbuat.
Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Arok memberitahu
kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang, ada seorang perempuan
bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah demikian itu, tanda buruk atau
tanda baikkah itu".
Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung".
Kata Ken Arok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang kelihatan rahasianya
oleh hamba".
Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu
namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling utama, buyung, berdosa, jika
memperisteri perempuan itu, akan menjadi maharaja."
Ke Arok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala
rahasianya itu yalah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian akuwu, saya akan
bunuh dan saya ambil isterinya, tentu ia akan mati, itu kalau tuan mengijinkan."
Jawab Dang Hyang: " Ya, tentu matilah, buyung, Tunggul Ametung olehmu, hanya saja
tidak pantas memberi ijin itu kepadamu, itu bukan tindakan seorang pendeta, batasnya
adalah kehendakmu sendiri."
Kata Ken Arok: "Jika demikian, Bapa, hamba memohon diri kepada tuan."
Sang Brahmana menjawab: "Akan kemana kamu buyung?"
Ken Arok menjawab: " Hamba pergi ke Karuman, ada seorang penjudi yang mengaku
anak kepada hamba bernama Bango Samparan, ia cinta kepada hamba, dialah yang akan
hamba mintai pertimbangan, mungkin ia akan menyetujuinya."
Kata Dang Hyang: "Baiklah kalau demikian, kamu jangan tinggal terlalu lama di
Karuman, buyung."
Kata Ken Arok: "Apakah perlunya hamba lama disana."
Ken Arok pergi dari Tumapel, sedatangnya Karuman, bertemu dengan Bango
Samparan. "Kamu ini keluar dari mana, lama tidak datang kepadaku, seperti didalam
impian saja bertemu dengan kamu ini, lama betul kamu pergi."
Ken Arok menjawab: "Hamba berada di Tumapel, Bapa, menghamba pada sang
akuwu. Adapun sebabnya hamba datang kepada tuan, adalah seorang isteri akuwu, turun
dari kereta, tersingkap rahasianya, kelihatan bernyala oleh hamba.
Ada seorang brahmana yang baru saja datang di Jawa, bernama Dang Hyang Lohgawe, ia
mengaku anak kepada hamba, hamba bertanya kepadanya: "Apakah nama seorang
perempuan yang menyala rahasianya itu."
Kata Sang Brahmana: "Itu yang disebut seorang perempuan ardana reswari, sungguh baik
tanda itu, karena siapa saja yang memperisterinya, akan dapat menjadi maharaja."
Bapa Bango, hamba ingin menjadi raja, Tunggul Ametung akan hamba bunuh, isterinya
akan hamba ambil, agar supaya anaknda menjadi raja, hamba minta persetujuan Bapa
Dang Hyang,
Kata Dang Hyang: "Buyung Arok, tidak dapat seorang brahmana memberi persetujuan
kepada orang yang mengambil isteri orang lain, adapun batasnya kehendakmu sendiri."
Itulah sebabnya hamba pergi ke Bapa Bango, untuk meminta ijin kepada bapa, sang
akuwu akan hamba bunuh dengan rahasia, tentu akuwu mati oleh hamba."
Menjawablah Bango Samparan: "Nah, baiklah kalau demikian, saya memberi ijin, bahwa
kamu akan menusuk keris kepada Tunggul Ametung dan mengambil isterinya itu, tetapi
hanya saja, buyung Arok, akuwu itu sakti, mungkin tidak dapat luka, jika kamu tusuk
keris yang kurang bertuah.
Saya ada seorang teman, seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring,
keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap buatannya, tak perlu dua kali
ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh membuat keris kepadanya, jikalau keris ini
sudah selesai dengan itulah hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara
rahasia."
Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Arok.
kata Ken Arok: "Hamba memohon diri, Bapa, akan pergi ke Lulumbang."
Ia pergi dari Karuman, lalu ke Lulumbang, bertemu dengan Gandring yang sedang
bekerja di tempat membuat keris. Ken Arok datang lalu bertanya: "Tuankah barangkali
yang bernama Gandring itu, hendaknyalah hamba dibuatkan sebilah keris yang dapat
selesai didalam waktu lima bulan, akan datang keperluan yang harus hamba lakukan."
Kata Mpu Gandring: "Jangan lima bulan itu, kalau kamu menginginkan yang baik, kira –
kira setahun baru selesai, akan baik dan matang tempaannya,"
Ken Arok berkata: "Nah, biar bagaimana mengasahnya, hanya saja, hendaknya selesai
didalam lima bulan."
Ken Arok pergi dari Lulumbang, ke Tumapel bertemu dengan Dang Hyang Lohgawe
yang bertanya kepada Ken Arok: "Apakah sebabnya kamu lama di Tumapel itu."
Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia menyuruh
membuatkan keris kepada Mpu Gandring.
Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang mengasah dan
memotong motong keris pesanan Ken Arok.
Kata Ken Arok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring."
Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Arok."
Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Arok.
Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada tuan Gandring
ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang celaka, inikah rupanya yang tuan
kerjakan selama lima bulan itu."
Menjadi panas hati Ken Arok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring keris buatan
Gandring itu.
Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua,
diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua.
Kini Gandring berkata: "Buyung Arok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak
cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu."
Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal.
Sekarang Ken Arok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu, kata Ken
Arok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku melimpah, juga kepada anak
cucu pandai keris di Lulumbang."
Lalu pulanglah Ken Arok ke Tumapel.
Ada seorang kekasih Tunggul Ametung, bernama Kebo Hijo, bersahabat dengan Ken
Arok, cinta mencintai.
Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Arok menyisip keris baru, berhulu kayu
cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar, senanglah Kebo Hijo melihat
itu.
Ia berkata kepada Ken Arok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu."
Diberikan oleh Ken Arok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang memakai
melihatnya itu.
Lamalah keris Ken Arok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel yang tidak
pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya.
Tak lama kemudian keris itu dicuri oleh Ken Arok dan dapat diambil oleh yang
mencuri itu.
Selanjutnya Ken Arok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah akuwu, saat itu
baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga disertai nasib baik , ia menuju
ke peraduan Tunggul Ametung, tidak terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul
Ametung oleh Ken Arok, tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga.
Keris buatan Gandring ditinggalkan dengan sengaja.
Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul Ametung diamat amati
orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap
tiap hari kerja.
Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul
Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada
sang akuwu di Tumapel.
Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan
Gandring, meninggallah Kebo Hijo.
Kebo Hijo mempunyai seorang anak, bernama Mahisa Randi, sedih karena ayahnya
meninggal, Ken Arok menaruh belas kasihan kepadanya, kemana mana anak ini
dibawa, karena Ken Arok luar biasa kasih sayangnya terhadap Mahisa Randi.
Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Arok memang
sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak
menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku
Ken Arok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani
mengucap apa apa, akhirnya Ken Arok kawin dengan Ken Dedes.
Pada waktu ditinggalkan oleh Tunggul Ametung, dia ini telah mengandung tiga bulan,
lalu dicampuri oleh Ken Arok.
Ken Arok dan Ken Dedes sangat cinta mencintai. Telah lama perkawinannya.
Setelah genap bulannya Ken Dedes melahirkan seorang anak laki laki, lahir dari ayah
Tunggul Ametung, diberi nama Sang Anusapati dan nama kepanjangannya kepanjiannya
Sang Apanji Anengah.
Setelah lama perkawinan Ken Arok dan Ken Dedes itu, maka Ken Dedes dari Ken
Arok melahirkan anak laki laki, bernama Mahisa Wonga Teleng, dan adik Mahisa
Wonga Teleng bernama Sang Apanji Saprang, adik panji Saprang juga laki laki bernama
Agnibaya, adik Agnibaya perempuan bernama Dewi Rimbu, Ken Arok dan Ken Dedes
mempunyai empat orang anak.
Ken Arok mempunyai isteri muda bernama Ken Umang, ia melahirkan anak laki laki
bernama panji Tohjaya, adik panji Tohjaya, bernama Twan Wregola, adik Twan Wregola
perempuan bernama Dewi Rambi.
Banyaknya anak semua ada 9 orang, laki laki 7 orang, perempuan 2 orang.
Sudah dikuasailah sebelah timur Kawi, bahkan seluruh daerah sebelah timur Kawi itu,
semua takut terhadap Ken Arok, mulailah Ken Arok menampakkan keinginannya
untuk menjadi raja, orang orang Tumapel semua senang, kalau Ken Arok menjadi raja
itu.
Kebetulan disertai kehendak nasib, raja Daha, yalah raja Dandhang Gendis, berkata
kepada para bujangga yang berada di seluruh wilayah Daha, katanya: "Wahai, tuan tuan
bujangga pemeluk agama Siwa dan agama Budha, apakah sebabnya tuan tuan tidak
menyembah kepada kami, bukanlah kami ini semata mata Batara Guru."
Menjawablah para bujangga di seluruh daerah negara Daha: "Tuanku, semenjak jaman
dahulu kala tak ada bujangga yang menyembah raja." demikianlah kata bujangga semua.
Kata Raja Dandhang Gendis: "Nah, jika semenjak dahulu kala tak ada yang menyembah,
sekarang ini hendaknyalah kami tuan sembah, jika tuan tuan tidak tahu kesaktian kami,
sekarang akan kami beri buktinya."
Kini Raja Dandhang Gendis mendirikan tombak, batang tombak itu dipancangkan
kedalam tanah, ia duduk di ujung tombak, seraya berkata: "Nah, tuan tuan bujangga,
lihatlah kesaktian kami."
Ia tampak berlengan empat, bermata tiga, semata mata Batara Guru perwujudannya, para
bujangga di seluruh daerah Daha diperintahkan menyembah, semua tidak ada yang mau,
bahkan menentang dan mencari perlindungan ke Tumapel, menghamba kepada Ken
Arok.
Itulah asal mulanya Tumapel tak mau tahu negara Daha.
Tak lama sesudah itu Ken Arok direstui menjadi raja di Tumapel, negaranya bernama
Singasari, nama nobatannya Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi, disaksikan oleh para
bujangga pemeluk agama Siwa dan Budha yang berasal dari Daha, terutama Dang Hyang
Lohgawe, ia diangkat menjadi pendeta istana, adapun mereka yang menaruh belas
kasihan kepada Ken Arok, dahulu sewaktu ia sedang menderita, semua dipanggil,
diberi perlindungan dan diberi belas balasan atas budi jasanya, misalnya Bango
Samparan, tidak perlu dikatakan tentang kepala lingkungan Turyantapada, dan anak anak
pandai besi Lulumbang yang bernama Mpu Gandring, seratus pandai besi di Lulumbang
itu diberi hak istimewa di dalam lingkungan batas jejak bajak beliung cangkulnya.
Adapun anak Kebo Hijo disamakan haknya dengan anak Mpu Gandring.
Anak laki laki Dang Hyang Lohgawe, bernama Wangbang Sadang, lahir dari ibu
pemeluk agama Wisnu, dikawinkan dengan anak Bapa Bango yang bernama Cucu
Puranti, demikianlah inti keutamaan Sang Amurwabumi. Sangat berhasillah negara
Singasari, sempurna tak ada halangan.
Telah lama terdengar berita, bahwa Ken Arok sudah menjadi raja, diberitahulah raja
Dandhang Gendis, bahwa Ken Arok bermaksud akan menyerang Daha.
Kata Raja Dandhang Gendis: "Siapakah yang akan mengalahkan negara kami ini,
barangkali baru kalah, kalau Batara Guru turun dari angkasa, mungkin baru kalah."
Diberi tahulah Ken Arok, bahwa raja Dandhang Gedis berkata demikian.
Kata Sang Amurwabumi: "Wahai, para bujangga pemeluk Siwa dan Budha, restuilah
kami mengambil nama nobatan Batara Guru."
Demikianlah asal mulanya ia bernama nobatan Batara Guru, direstui oleh bujangga
brahmana dan resi.
Selanjutnya ia lalu pergi menyerang Daha. Raja Dandhang Gendis mendengar, bahwa
Sang Amurwabumi di Tumapel datang menyerang Daha, Dandhang Gendis berkata:
"Kami akan kalah, karena Ken Arok sedang dilindungi Dewa."
Sekarang tentara Tumapel bertempur melawan tentara Daha, berperang disebelah utara
Ganter, bertemu sama sama berani, bunuh membunuh, terdesaklah tentara Daha.
Adik Raja Dandhang Gendis gugur sebagai pahlawan, ia bernama Mahisa Walungan,
bersama sama dengan menterinya yang perwira, bernama Gubar Baleman.
Adapun sebabnya itu gugur, karena diserang bersama sama oleh tentara Tumapel, yang
berperang laksana banjir dari gunung.
Sekarang tentara Daha terpaksa lari, karena yang menjadi inti kekuatan perang telah
kalah. Maka tentara Daha bubar seperti lebah, lari terbirit birit meninggalkan musuh
seperti kambing, mencabut semua payung payungnya, tak ada yang mengadakan
perlawanan lagi.
Maka Raja Dandhang Gendis mundur dari pertempuran, mengungsi ke alam dewa,
bergantung gantung di angkasa, beserta dengan kuda, pengiring kuda, pembawa payung,
dan pembawa tempat sirih, tempat air minum, tikar, semuanya naik ke angkasa. Sungguh
kalah Daha oleh Ken Arok.
Dan adik adik Sang Dandhang Gendis, yalah: Dewi Amisam, Dewi Hasin, dan Dewi Paja
diberi tahu, bahwa raja Dandhang Gendis kalah berperang, dan terdengar, ia telah di alam
dewa, bergantung gantung di angkasa, maka tuan dewi ketiga tiganya itu menghilang
bersama sama dengan istananya juga.
Sesudah Ken Arok menang terhadap musuh, lalu pulang ke Tumapel, dikuasailah
tanah Jawa olehnya, ia sebagai raja telah berhasil mengalahkan Daha pada tahun saka :
1144.
Lama kelamaan ada berita, bahwa sang Anusapati, anak tunggal Tunggul Ametung
bertanya tanya kepada pengasuhnya.
"Hamba takut terhadap ayah tuan", demikian kata pengasuh itu: "Lebih baik tuan
berbicara dengan ibu tuan".
Karena tidak mendapat keterangan, Nusapati bertanya kepada ibunya: "Ibu, hamba
bertanya kepada tuan, bagaimanakah jelasnya ini?" Kalau ayah melihat hamba, berbeda
pandangannya dengan kalau ia melihat anak anak ibu muda, semakin berbeda pandangan
ayah itu."
Sungguh sudah datang saat Sang Amurwabumi. Jawab Ken Dedes: "Rupa rupanya telah
ada rasa tidak percaya, nah, kalau buyung ingin tahu, ayahmu itu bernama Tunggul
Ametung, pada waktu ia meninggal, saya telah mengandung tiga bulan, lalu saya diambil
oleh Sang Amurwabumi.:
Kata Nusapati: "Jadi terangnya, ibu, Sang Amurwabumi itu bukan ayah hamba, lalu
bagaimana tentang meninggalnya ayah itu?" "Sang Amurwabumi buyung yang
membunuhnya."
Diamlah Ken Dedes, tampak merasa membuat kesalahan karena memberi tahu soal yang
sebenarnya kepada anaknya.
Kata Nusapati: "Ibu, ayah mempunyai keris buatan Gandring. itu hamba pinta, ibu."
Diberikan oleh Ken Dedes. Sang Anusapati memohon diri pulang ke tempat tinggalnya.
Adalah seorang hambanya berpangkat pengalasan di Batil, dipanggil oleh Nusapati,
disuruh membunuh Ken Arok, diberi keris buatan Gandring, agar supaya dipakainya
untuk membunuh Sang Amurwabumi, orang di Batil itu disanggupi akan diberi upah oleh
Nusapati.
Berangkatlah orang Batil masuk kedalam istana, dijumpai Sang Amurwabumi sedang
bersantap, ditusuk dengan segera oleh orang Batil. Waktu ia dicidera, yalah: Pada hari
Kamis Pon, minggu Landhep, saat ia sedang makan, pada waktu senjakala, matahari telah
terbenam, orang telah menyiapkan pelita pada tempatnya.
Sesudah Sang Amurwabumi mati, maka larilah orang Batil, mencari perlindungan pada
Sang Anusapati, kata orang Batil: "Sudah wafatlah ayah tuan oleh hamba." Segera orang
Batil ditusuk oleh Nusapati.
Kata orang Tumapel: "Ah, Batara diamuk oleh pengalasan di Batil, Sang Amurwabumi
wafat pada tahun saka 1168, dicandikan di Kagenengan.To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam...!!!